Selasa, 20 Mei 2014

MAKALAH SISTEM POLITIK INTERNASIONAL

 Miftachul Wachyudi (Yudee) The Best President

 

Sistem Politik Internasional


Politik internasional bukan saja menjadi dasar kesepakatan untuk bekerjasama dan menyatukan tujuan negara-negara yang melakukan kerjasama tersebut. Politik internasional juga menjadi dasar terjadinya konflik antarnegara yang tidak ingin membagi kekuasaan mereka. Paradigma realisme pada akhirnya menjadikan hubungan antarnegara berujung konflik karena menggunakan kekuasaan masing-masing, sedangkan marxisme masih akan menemukan alternatif atau pun masih akan menemukan kesepakatan antarnegara yang bertujuan damai. Lantas bagaimanakah sistem yang dimaksud dalam Politik Internasional?
Kita tidak bisa menyangkal bahwa dasarnya negara melakukan hubungan dengan negara-negara lain karena adanya kepentingan. Kepentingan yang dimaksud bisa saja kepentingan akan kekuasaan, ekonomi dan lain-lain yang tentu saja berbau politik. Negara akan terus melakukan kerjasama demi tercapainya kepentingan dan tujuan, walaupun pada akhirnya terdapat kemungkinan besar akan terjadi konflik yang berakibat perang. Oleh sebab itu, kerjasama akan selalu diisi oleh kecenderungan tawar-menawar dan berbagai kecenderungan lainnya.
Kecenderungan Dalam Sistem Politik Internasional:
Dalam sistem politik internasional kita mengenal berbagai kecenderungan di dalamnya. Terdapat kecenderungan proses tawa-menawar internasional sebagai salah satunya. Maksudnya, jelas bahwa tawar-menawar kompetitif antarnegara secara radikal telah diubah oleh berbagai kondisi. Sistem politik internasional masih tetap merupakan suatu sistem di mana negara-negara bersaing satu dengan yang lain untuk menentukan who gets what, when, and how (siapa yang akan memperoleh apa, bilamana, dan bagaimana cara mendapatnya) di mana terdapat hanya pengaruh yang tidak berarti dari lembaga-lembaga internasional. Cara mereka melakukan tawar-menawar kompetitif satu sama lain dan masalah yang dipertawarkan oleh mereka sudah jauh berubah dari berbagai cara sebelumnya di masa kini.
Selain pada kecenderungan tawar-menawar, sistem politik internasional juga mengenal kecenderungan penggunaan kekerasan. Pada periode klasik sistem politik internasional, perang berlaku sebagai bentuk penyelesaian akhir dari perselisihan antarnegara. Perang berfungsi sebagai peradilan atau badan legislatif. Kendati kekerasan juga digunakan seperti dewasa ini, untuk mengomunikasikan ancaman serta untuk mengubah perang berfungsi sebagai peradilan melalui perang yakni pertempuran untuk menentukan siapa yang memenangkan sesuatu yang dipertawarkan oleh negara-negara bukan untuk menentukan siapa yang benar.
Dewasa ini kondisi-kondisi sangat berubah sehingga perang tidak lagi secara efektif digunakan sebagai penentu terakhir dalam tawar-menawar antarnegara. Meskipun lembaga-lembaga hukum tidak melarang semua perang dan tidak mencegah seringnya digunakan kekerasan di antara negara-negara, lembaga-lembaga itu memang menunjukkan suatu konsensus di mana institusi-institusi, selain perang, seharusnya digunakan untuk menentukan hasil tawar-menawar. Bagaimana pun penggunaan kekerasan merupakan bagian dari strategi umum tawar-menawar, dan bukan sebagai pertempuran untuk menentukan negara mana yang menguasai wilayah tertentu. Alasan dasar untuk ini adalah besarnya biaya perang modern. Perang nuklir, perang konvensional, dan bahkan perang subversif yang ekstensif bisa mengakibatkan pukulan berat baik bagi pemenang maupun bagi yang kalah apabila diputuskan melalui pertempuran. Selain itu, dahsyatnya daya hancur teknologi perang modern semakin dipersulit oleh peran policy influencers dalam peperangan dewasa ini.
Sistem Internasional dan Politiknya
Sistem, dalam konteks ini dilihat sebagai suatu paradigma yang sering digunakan dalam kerangka penelitian Sosiologi Politik Konvensional, yakni teori sistem (system theory) dijadikan sebagai instrumen untuk menelaah dinamika dan mekanisme kehidupan sosial politik, dan sistem dapat juga dijadikan model analisisnya. Rumusan sebuah sistem adalah adanya interrelatedness atau unsur-unsur dalam sistem itu sendiri. Dalam sistem internasional, keterhubungan dilihat dalam bentuk interaksi dalam hubungan antarnegara yang berkaitan dengan konsep Sistem Internasional dan Negara-negara. Melalui tingkat analisis sistem internasional, kita mempunyai satu gambaran yang paling umum tentang politik dunia (global), di sana terdapat negara-negara bangsa dan politik luar negeri yang lain. Sebuah sistem internasional tampaknya lebih kompleks adalah serangkaian interaksi yang terdiri dari negara-negara.
Sistem internasional itu sendiri dapat dilihat dalam konteks corak aktornya terutama keikutsertaan mereka dalam sistem internasional tersebut, yang terbagi ke dalam major actors (negara-negara, organisasi-organisasi internasional) dan minor actors (individu-individu, NGO, Multinational Corporation). Aktor-aktor itu yang kemudian melakukan diplomasi akan kepentingan negara dengan negara lain. Kepentingan itulah yang hendak dicapai sebagai alasan politik internasional.
Pengertian atau konsep sistem politik internasional itu sendiri pernah dikatakan Joseph Frakel sebagai suatu koleksi unit politik independen yang berinteraksi dengan beberapa keteraturan. Sedangkan pandangan yang dikemukakan oleh K. J. Holisti merumuskan sistem politik internasional sebagai any collection of independent political entities tribes, city-states, nations or empires which interact with considerable frequences and according to regularized processes. Tokoh lain yaitu Stanley Hoffman pernah mengatakan bahwa sistem politik internasional diartikan adalah adanya pola-pola tersebut ditentukan dalam struktur dunia itu sendiri.
Sistem (politik) internasional juga dapat dipandang dari analisis etimologinya yakni dengan cara pemisahan kata-kata sistem dan internasional. Disini pengertian sistem dianggap sebagai sesuatu yang memiliki sejumlah elemen yang bekerja dalam satu kompleksitas. Sedangkan istilah internasional, ditempatkan sebagai suatu klaim atas pandangan yang membedakan antara pengertian internasional dan konsep interstates atau dengan konsep intergovernmental yang digunakan untuk menggambarkan kegiatan-kegiatan, misalnya peperangan, diplomasi, perdagangan internasional dan kegiatan lain yang berskala internasional.
Dengan demikian, sistem politik internasional terdiri dari sejumlah aktor baik yang bersifat Intergovernmental Organizations (IGOs), Non-Governmental Organizations (NGOs), dan aktor lainnya yang aktif dalam fora-fora internasional. Negara yang menjadi aktor utama dalam sistem internasional. Dalam kedudukan seperti itu, banyak analisis yang meninjau konsep negara itu dari berbagai perspektif, baik itu dari segi hukum internasional maupun dari segi filsafatnya.
Dalam sistem politik internasional yang dijadikan sebagai konsep pemikiran yakni sebagai suatu sistem yang memiliki beberapa aktor IGOs dan NGOs. Aktor-aktor ini terkonsolidasi ke dalam bentuk kerjasama dalam wujud organisasi internasional yang menarik untuk dikaji dalam konteks sistem politik internasional. Negara jika diletakkan kedudukannya dalam sistem politik internasional dipersonifikasikan sebagai pribadi (aktor) yang tentunya memiliki kepentingan nasional yang harus dicapai sebagaimana yang dirumuskan di dalam kebijaksanaan politik luar negerinya.
Balance Of Power
Teori perimbangan kekuatan (balance of power) merupakan teori yang dianggap paling tua dalam studi internasional. Teori balance of power dianggap juga bagian dari sistem politik internasional. Konsep ini sering dimasukkan ke dalam konstruksi sistem politik internasional klasik yang terjadi di kawasan Eropa dari pertengahan abad 17 sampai kepada revolusi Prancis dan Perang Napoleon 1815. Sistem politik internasional yang dimaksudkan akan memberikan kontribusinya kepada bentuk tipikal pola perilaku negara-negara besar. Negara-negara yang bertujuan untuk mengejar cita-cita, harapan, kepentingan-kepentingan keamanan, misalnya, dan bertujuan untuk memperluas wilayah pengawasannya ke dalam formulasi kebijaksanaan luar negerinya. Suasana tersebut dapat menghasilkan suatu sistem yang berbentuk koalisi.
Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata memberikan pengaruh terhadap sistem internasional yaitu dalam bentuk universalisasi bagi pembuat keputusan yang mulai memikirkan mengenai regional empires atau barangkali akan menuju kepada suatu kebutuhan untuk membangun suatu lembaga internasional secara terpusat yang bertujuan untuk mempertahankan sistem politik internasional sebagai usaha alternatif ataupun dapat dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat simbolik melepaskan diri dari perasaan dominasi oleh negara besar yang pada gilirannya akan mengancam eksistensi sistem internasional, diusahakan bagaimana membentuk apa yang disebut sebagai prinsip keamanan bersama (collective security).
Prinsip keamanan bersama ini hampir sama artinya dengan konsep perimbangan kekuasaan (balance of power) yang pada pokoknya bertujuan untuk mempertahankan sebuah sistem politik internasional dari ancaman yang cenderung ke arah universal empires. Hal ini dapat terpenuhi jika dengan cara membentuk lembaga-lembaga internasional. Yang menjadi persoalan adalah, what types of central institution should be created and how that institution should operate (William D. Colpin).
Daftar Pustaka:
Sitepu, Anthonius. P , Studi Hubungan Internasional, (Medan: Graha Ilmu, 2011)
Viotti, Paul, dan Mark Kauppi, Internasional Relations Theory, (Denver: Viacom Company, !999)
Coplin, William. D, dan Marsedes Marbun, Pengantar Politik Internasional, (Bandung: Sinar Baru, 1992)
Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, Introduction To International Relations, (New York: Oxford University Press Inc., 1999)