Miftachul Wachyudi (Yudee) The Best President
Sistem Politik Internasional
Politik internasional
bukan saja menjadi dasar kesepakatan untuk bekerjasama dan menyatukan
tujuan negara-negara yang melakukan kerjasama tersebut. Politik
internasional juga menjadi dasar terjadinya konflik antarnegara yang
tidak ingin membagi kekuasaan mereka. Paradigma realisme pada akhirnya
menjadikan hubungan antarnegara berujung konflik karena menggunakan
kekuasaan masing-masing, sedangkan marxisme masih akan menemukan
alternatif atau pun masih akan menemukan kesepakatan antarnegara yang
bertujuan damai. Lantas bagaimanakah sistem yang dimaksud dalam Politik
Internasional?
Kita tidak bisa menyangkal bahwa
dasarnya negara melakukan hubungan dengan negara-negara lain karena
adanya kepentingan. Kepentingan yang dimaksud bisa saja kepentingan akan
kekuasaan, ekonomi dan lain-lain yang tentu saja berbau politik. Negara
akan terus melakukan kerjasama demi tercapainya kepentingan dan tujuan,
walaupun pada akhirnya terdapat kemungkinan besar akan terjadi konflik
yang berakibat perang. Oleh sebab itu, kerjasama akan selalu diisi oleh
kecenderungan tawar-menawar dan berbagai kecenderungan lainnya.
Kecenderungan Dalam Sistem Politik Internasional:
Dalam sistem politik internasional
kita mengenal berbagai kecenderungan di dalamnya. Terdapat kecenderungan
proses tawa-menawar internasional sebagai salah satunya. Maksudnya,
jelas bahwa tawar-menawar kompetitif antarnegara secara radikal telah
diubah oleh berbagai kondisi. Sistem politik internasional masih tetap
merupakan suatu sistem di mana negara-negara bersaing satu dengan yang
lain untuk menentukan who gets what, when, and how (siapa yang
akan memperoleh apa, bilamana, dan bagaimana cara mendapatnya) di mana
terdapat hanya pengaruh yang tidak berarti dari lembaga-lembaga
internasional. Cara mereka melakukan tawar-menawar kompetitif satu sama
lain dan masalah yang dipertawarkan oleh mereka sudah jauh berubah dari
berbagai cara sebelumnya di masa kini.
Selain pada kecenderungan
tawar-menawar, sistem politik internasional juga mengenal kecenderungan
penggunaan kekerasan. Pada periode klasik sistem politik internasional,
perang berlaku sebagai bentuk penyelesaian akhir dari perselisihan
antarnegara. Perang berfungsi sebagai peradilan atau badan legislatif.
Kendati kekerasan juga digunakan seperti dewasa ini, untuk
mengomunikasikan ancaman serta untuk mengubah perang berfungsi sebagai
peradilan melalui perang yakni pertempuran untuk menentukan siapa yang
memenangkan sesuatu yang dipertawarkan oleh negara-negara bukan untuk
menentukan siapa yang benar.
Dewasa ini kondisi-kondisi sangat
berubah sehingga perang tidak lagi secara efektif digunakan sebagai
penentu terakhir dalam tawar-menawar antarnegara. Meskipun
lembaga-lembaga hukum tidak melarang semua perang dan tidak mencegah
seringnya digunakan kekerasan di antara negara-negara, lembaga-lembaga
itu memang menunjukkan suatu konsensus di mana institusi-institusi,
selain perang, seharusnya digunakan untuk menentukan hasil
tawar-menawar. Bagaimana pun penggunaan kekerasan merupakan bagian dari
strategi umum tawar-menawar, dan bukan sebagai pertempuran untuk
menentukan negara mana yang menguasai wilayah tertentu. Alasan dasar
untuk ini adalah besarnya biaya perang modern. Perang nuklir, perang
konvensional, dan bahkan perang subversif yang ekstensif bisa
mengakibatkan pukulan berat baik bagi pemenang maupun bagi yang kalah
apabila diputuskan melalui pertempuran. Selain itu, dahsyatnya daya
hancur teknologi perang modern semakin dipersulit oleh peran policy influencers dalam peperangan dewasa ini.
Sistem Internasional dan Politiknya
Sistem, dalam konteks ini dilihat
sebagai suatu paradigma yang sering digunakan dalam kerangka penelitian
Sosiologi Politik Konvensional, yakni teori sistem (system theory)
dijadikan sebagai instrumen untuk menelaah dinamika dan mekanisme
kehidupan sosial politik, dan sistem dapat juga dijadikan model
analisisnya. Rumusan sebuah sistem adalah adanya interrelatedness atau
unsur-unsur dalam sistem itu sendiri. Dalam sistem internasional,
keterhubungan dilihat dalam bentuk interaksi dalam hubungan antarnegara
yang berkaitan dengan konsep Sistem Internasional dan Negara-negara.
Melalui tingkat analisis sistem internasional, kita mempunyai satu
gambaran yang paling umum tentang politik dunia (global), di sana
terdapat negara-negara bangsa dan politik luar negeri yang lain. Sebuah
sistem internasional tampaknya lebih kompleks adalah serangkaian
interaksi yang terdiri dari negara-negara.
Sistem internasional itu sendiri
dapat dilihat dalam konteks corak aktornya terutama keikutsertaan mereka
dalam sistem internasional tersebut, yang terbagi ke dalam major actors (negara-negara, organisasi-organisasi internasional) dan minor actors
(individu-individu, NGO, Multinational Corporation). Aktor-aktor itu
yang kemudian melakukan diplomasi akan kepentingan negara dengan negara
lain. Kepentingan itulah yang hendak dicapai sebagai alasan politik
internasional.
Pengertian atau konsep sistem politik internasional itu sendiri pernah dikatakan Joseph Frakel sebagai suatu koleksi unit politik independen yang berinteraksi dengan
beberapa keteraturan. Sedangkan pandangan yang dikemukakan oleh K. J.
Holisti merumuskan sistem politik internasional sebagai any
collection of independent political entities tribes, city-states,
nations or empires which interact with considerable frequences and
according to regularized processes. Tokoh lain yaitu Stanley
Hoffman pernah mengatakan bahwa sistem politik internasional diartikan
adalah adanya pola-pola tersebut ditentukan dalam struktur dunia itu
sendiri.
Sistem (politik)
internasional juga dapat dipandang dari analisis etimologinya yakni
dengan cara pemisahan kata-kata sistem dan internasional. Disini
pengertian sistem dianggap sebagai sesuatu yang memiliki sejumlah elemen
yang bekerja dalam satu kompleksitas. Sedangkan istilah internasional,
ditempatkan sebagai suatu klaim atas pandangan yang membedakan antara
pengertian internasional dan konsep interstates atau dengan konsep intergovernmental
yang digunakan untuk menggambarkan kegiatan-kegiatan, misalnya
peperangan, diplomasi, perdagangan internasional dan kegiatan lain yang
berskala internasional.
Dengan demikian, sistem politik internasional terdiri dari sejumlah aktor baik yang bersifat Intergovernmental Organizations (IGOs), Non-Governmental Organizations (NGOs),
dan aktor lainnya yang aktif dalam fora-fora internasional. Negara yang
menjadi aktor utama dalam sistem internasional. Dalam kedudukan seperti
itu, banyak analisis yang meninjau konsep negara itu dari berbagai
perspektif, baik itu dari segi hukum internasional maupun dari segi
filsafatnya.
Dalam sistem
politik internasional yang dijadikan sebagai konsep pemikiran yakni
sebagai suatu sistem yang memiliki beberapa aktor IGOs dan NGOs.
Aktor-aktor ini terkonsolidasi ke dalam bentuk kerjasama dalam wujud
organisasi internasional yang menarik untuk dikaji dalam konteks sistem
politik internasional. Negara jika diletakkan kedudukannya dalam sistem
politik internasional dipersonifikasikan sebagai pribadi (aktor) yang
tentunya memiliki kepentingan nasional yang harus dicapai sebagaimana
yang dirumuskan di dalam kebijaksanaan politik luar negerinya.
Balance Of Power
Teori perimbangan kekuatan (balance of power) merupakan teori yang dianggap paling tua dalam studi internasional. Teori balance of power
dianggap juga bagian dari sistem politik internasional. Konsep ini
sering dimasukkan ke dalam konstruksi sistem politik internasional
klasik yang terjadi di kawasan Eropa dari pertengahan abad 17 sampai
kepada revolusi Prancis dan Perang Napoleon 1815. Sistem politik
internasional yang dimaksudkan akan memberikan kontribusinya kepada
bentuk tipikal pola perilaku negara-negara besar. Negara-negara yang
bertujuan untuk mengejar cita-cita, harapan, kepentingan-kepentingan
keamanan, misalnya, dan bertujuan untuk memperluas wilayah pengawasannya
ke dalam formulasi kebijaksanaan luar negerinya. Suasana tersebut dapat
menghasilkan suatu sistem yang berbentuk koalisi.
Dalam perkembangan selanjutnya,
ternyata memberikan pengaruh terhadap sistem internasional yaitu dalam
bentuk universalisasi bagi pembuat keputusan yang mulai memikirkan
mengenai regional empires atau barangkali akan menuju kepada
suatu kebutuhan untuk membangun suatu lembaga internasional secara
terpusat yang bertujuan untuk mempertahankan sistem politik
internasional sebagai usaha alternatif ataupun dapat dikatakan sebagai
sesuatu yang bersifat simbolik melepaskan diri dari perasaan dominasi
oleh negara besar yang pada gilirannya akan mengancam eksistensi sistem
internasional, diusahakan bagaimana membentuk apa yang disebut sebagai
prinsip keamanan bersama (collective security).
Prinsip keamanan bersama ini hampir
sama artinya dengan konsep perimbangan kekuasaan (balance of power)
yang pada pokoknya bertujuan untuk mempertahankan sebuah sistem politik
internasional dari ancaman yang cenderung ke arah universal empires. Hal
ini dapat terpenuhi jika dengan cara membentuk lembaga-lembaga
internasional. Yang menjadi persoalan adalah, what types of central institution should be created and how that institution should operate (William D. Colpin).
Daftar Pustaka:
Sitepu, Anthonius. P , Studi Hubungan Internasional, (Medan: Graha Ilmu, 2011)
Viotti, Paul, dan Mark Kauppi, Internasional Relations Theory, (Denver: Viacom Company, !999)
Coplin, William. D, dan Marsedes Marbun, Pengantar Politik Internasional, (Bandung: Sinar Baru, 1992)
Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, Introduction To International Relations, (New York: Oxford University Press Inc., 1999)